BerandaBekasi.com – Orang dekat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekaligus Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mendukung tindakan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman.
Dudung dan anak buahnya saat ini memang sedang gencar mencopot baliho-baliho yang menunjukkan sosok Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq yang menurutnya telah membuat mengganggu masyarakat Indonesia.
“Ini negara hukum harus taat hukum. Kalau pasang baliho, jelas aturan bayar pajak, tempat ditentukan. Jangan seenak sendiri, seakan-akan dia paling benar. Jangan coba-coba ganggu persatuan dan kesatuan dengan merasa mewakili umat Islam,” kata Dudung.
Agus Widjojo juga nampaknya mendukung Pangdam Jaya dan menyebut bahwa memang harus ada yang berani melawan FPI dan Habib Rizieq.
Karena menurut orang dekat SBY tersebut apa yang dikatakan Habib Rizieq Shihab terhadap negara, pemerintah, dan khususnya TNI, sudah keterlaluan.
“Secara politis saya setuju, harus ada yang berani melawan Habib Rizieq, karena apa yang dia katakan itu sudah keterlaluan, terutama kepada TNI.” ucapnya.
“Jadi secara politik, harus ada yang bisa melawan dia dan itu ditunjukkan oleh Pangdam Jaya beserta anak buahnya,” sambung Agus.
Namun demikian, Agus mengatakan, secara kewenangan TNI tidak memiliki kuasa untuk menurunkan baliho atas dasar menyalahi aturan ketertiban umum dan hukum, tindakan tersebut seharusnya dilakukan oleh Satpol PP atau Kepolisian, karena kedua institusi tersebut bertugas menegakkan hukum.
Ahli hukum tata negara, Refly Harun pun setuju dengan pernyataan Agus tersebut.
“Secara politik, memang harus ada yang berani menghadapi FPI dan secara hukum tindakan atau apa yang dilakukan oleh Pangdam Jaya itu bukan kewenangannya, artinya sebenarnya Agus orang dekat SBY itu jelas mengakui itu tindakan yang di luar kewenangan,” ucapnya.
Refly Harun menilai, jika di luar kewenangan artinya bisa dikategorikan sebagai tindakan ilegal karena dalam hukum administrasi negara sebuah tindakan dapat dilakukan jika memiliki kewenangan.
“Kalau tidak berwenang maka tindakan itu tidak sah artinya ilegal, kalau melampau kewenangan juga bisa dibatalkan,” tuturnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Senin, 23 November 2020.
Dirinya juga menyindir Pangdam Jaya yang seolah teguh dan menganggap bahwa tindakan yang dilakukannya adalah tidak salah dan keliru.
“Tindakan yang dilakukannya tidak salah dan tidak keliru sehingga dia ingin terus mencopot baliho, kalau memang dia anggap itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, Dudung kok tiba-tiba menganggap copot-mencopot baliho Habib Rizieq menjadi seperti harga mati ya,” ujar Refly Harun.
Berlandaskan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 ada dua, operasi militer perang dan operasi militer selain perang (OMSP), untuk OMSP yang bisa memerintahkan hanya presiden.
Refly Harun menilai rakyat tentu tahu jika mengacu terhadap UU tersebut, tindakan TNI belakangan ini masuk ke OMSP dan bergerak atas dasar keputusan politik negara.
“Jadi tidak heran kemudian muncul spekulasi, bahwa tindakan Pangdam Jaya Dudung tidak sendirian pasti ada yang memerintahkannya,” tuturnya.
Bahkan Refly juga membeberkan pesan WhatsApp (WA) dari seorang mantan jenderal yang tidak disebutkan namanya, berikut adalah isinya:
“Dia merasa bahwa apa yang dilakukan itu tidak mungkin kalau tidak ada orang yang menyuruhnya. Saya belum tahu persis arahnya kemana, karena aneh setingkat Pangdam kok segitu nalarnya, zaman saya itu tidak masuk akal, ini pasti ada skenario.”
“Artinya memang tidak mungkin Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman bertindak independen untuk menurunkan hal-hal seperti itu,” ujar Refly Harun.
Lebih lanjut Refly membahas soal Komando Operasi Khusus (Koopsus) yang show off force atau gelar senjata di sekitar markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat.
“kalau kita lihat eksistensi Koopsus, itu adalah pasukan elit gabungan yang baru dibentuk jaman pak Hadi Tjahjanto yang mengumpulkan pasukan-pasukan terbaik dari trimatra, tiga angkatan,” ucapnya.
“Dan pasukan itu bisa bergerak atas perintah panglima TNI setelah diperintahkan presiden, jadi kalau orang berspekulasi wah ini sepertinya presiden mau show off force di depan FPI, saya kira ini sangat konyol kalau memang ada skenario seperti itu,” tutup Refly.
sumber: Pikiran Rakyat